Sabtu, 14 Mei 2022

November 2019 (tak) Ceria


Tulisan ini sudah setahun yang lalu. Berhenti karena kesibukan ngurus anak-anak persiapan operasi jantung, yang ujung-ujungnya diundur sampai Februari 2021.

Berniat kembali ingin menulis, apapun, siapa tau dapat membagi ilmu, info dan manfaat lain... Ya kaann hehe.. Smoga bermanfaat yaa... 


Memulai Kembali

Bulan November 2020, hampir memasuki bulan akhir di tahun 2020, meneguhkan tekad menulis kembali.

Terakhir menulis? Hampir setiap hari juga membuat draft analisis, setiap hari juga pegang telepon genggam menulis untuk sekedar berbagi info dengan teman-teman seperjuangan di salah satu Whatsapp Group (WAG) milik Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome (Potads), atau say Hi!  ke Papa Mama yang hampir masuk minggu ke tiga dirawat di salah satu RS milik TNI AU karena positif Covid-19. Tapi benar-benar menulis perjalanan hidup menjadi bunda empat anak dan istri dari sesama Aparatur Sipil Negara (ASN) itu belum pernah kali ya...😅 Oke semoga niat baik menulis sekedar berbagi kisah hidup sehari-hari, khususnya membersamai si bungsu V. Andrienne Hananto, bayi imut dengan sindrom down, bisa terlaksana dengan baik....

November

November punya arti khusus untuk kami, khususnya aku. November 2019, tanggal 8 setahun yang lalu, lahir anak keempat kami seorang putri cantik yang kami panggil Ndien. Valerie Andrienne Hananto, nama yang sudah kami siapkan sejak sebelum Ndien ada, dan memiliki arti seorang wanita yang kuat, tegar dan tabah serta berhati cantik. 

Ndien lahir secara Sectio Caesaria (SC) di usia kehamilan 39 minggu, dengan Berat Badan (BB) 4,8 kg dan Panjang Badan (PB) 48 cm. Saat dikeluarkan dari perut, Ndien menangis kencang seperti kakak-kakak, hanya memang suaranya terdengar lebih kecil dan melengking, dan saat itu aku berpikir wajar aja setiap anak tidak sama kan? Sempat diperlihatkan sebentar dari balik kain yang biasa menutupi ibu saat bersalin secara SC, sekilas mirip anakku nomor 3, Andrew atau biasa kami panggil Mas Ndu. Dokter saat itu bilang "Putri ya Bu..sehat..." sebenatr saja sebelum Ndien dibawa menghilang ke ruangan lain untuk diobservasi.

Saat masih dijahit, saya tanya ke dokter anestesi yang stand by di sebelah, anak saya tidak langsung di IMD ya? Aku khawatir seperti anak ketigaku yang tidak langsung diberikan untuk IMD. Sang dokter bilang, sabar ya Bu sedang dibersihkan, nanti juga kan bisa IMD ya..sabar. Akhirnya akupun o .. oke..prosedurnya mungkin beda lagi. Sebagai informasi, Rumah Sakit (RS) anak pertama dan kedua sama di RSIA Hermina JAtinegara, yang ketiga jagoan satu-satunya di RSIA Vitalaya Pamulang, dan yang bungsu cimit ini di RSIA Buah Hati Ciputat. Karena berbeda itulah aku pikir biasa aja beda prosedur, percaya ke pihak RS mereka tau yang terbaik untuk anak kita.

Sampai selesai jahit, membersihkan dan tindakan lain yang aku lupa, mulailah aku dipindah ke ranjang dorong untuk dipindah ke ruang pemulihan sebelum ke ruang perawatan (mengingat kembali perjalanan kelahiran adek, rasanya mau menangis....maafin Bunda ya Nak...).

Sampai di ruang lainnya, aku disejajarkan dengan ranjang lain yang berisi dua ibu yang masih menggunakan monitor pendeteksi detak jantung ibu, aku kurang tau apa nama medisnya. Pelan-pelan saya tanya ke perawat yang sedang sibuk mondar mandir, "Sus, itu ibu melahirkan juga?" "Oh bukan Bu, habis miskram (keguguran)," jawab Suster.

Aku pun ber Oh.. ok Sus, jadi aku bisa menahan diri tidak melakukan hal aneh jika saatnya Ndien di IMD. Tapi sepuluh menit berlalu, kok bayiku belum dikasih IMD. Sambil setengah pasrah perut mulai senut-senut, aku mulai mencari cari suamiku, eh kok gak ada ya dari tadi?.

Begitu ada suamiku dari luar, wajahnya biasa aja tidak tegang tapi seperti sedang berpikir keras, di situ perasaan aneh mulai menjalari aku. Ada apa? Aku ikuti kemana suamiku dan dokter Dwi (aku familiar dengan nama dan wajahnya karena merupakan dokter umum di RSIA Buah Hati Ciputat, lebih tepatnya dokter jaga di IGD Buah Hati Ciputat), ternyata mereka ke sebuah box dipojokkan ruang transit tersebut. Mereka liat pasti itu Ndien, karena siapa lagi bayi di sana, dan saat masih celingukan ada seorang ibu dengan perut besar juga didorong masuk OR. Kembali melihat suamiku, ternyata mulai mengikuti Dokter Dwi kembali lagi ke kursi dokter, saat itu aku masih berusaha tanya suster yang lewat lagi, "Sus, anak saya belum boleh saya peluk? saya ingin IMD...". "Sabar ya Bu, nanti Dokter yang kasih..." Wajah suster muda itu, terlihat tegang...ada apa sih dalam hati...ada apa dengan anakku, atau aku?

Sayup Dokter Dwi bicara, "Jadi, sudah dipastikan ya...putri Bapak tidak memiliki anus..."

Deg...aku lupa mereka bicara apalagi yang pasti aku langsung nangis...gak ada suara..tapi ingat banget aku nangis sambil panggil suamiku, Pik..Pik..adek kenapa? adek kenapa gak ada anus? dokternya salah kan Pik? gitu terus aku panggil suamiku..datang suster menenangkan aku..ibu jangan nangis ya...ibu sabar dulu....aku benar benar sudah tidak peduli sekitar lagi...Tetap menangis dengan suara tertahan, aku ingat dua orang ibu yg miskram tadi dan baru saja, ibu baru yang tadi masuk dengan hamil besar keluar dengan masih kedinginan...anaknya laki-laki lahir selamat...BB bayinya masih besar BB Ndien...aku sedih...kok anakku? aku salah apa? sampai Tuhan hukum aku dengan anakku dibuat sakit? itu jeritan hati ku saat itu.

Sampai suamiku...datang..."Udah Udah gak apa apa"..saat liat aku udah nangis basah kuyup muka ini ..jelek banget pastinya saat itu..."Sudah bisa kok kita merawatnya..." suami melanjutkan..aku tanya kenapa Pik? adek kok gak ada anus adek kenapa? Suamiku bilang lagi adek DS Bun....makin nangis lah...Ya Allah..Ya Allah..adek kasian Pikkkk.... 

Perasaan yang digambarkan bukan sedih menerima anak dengan kondisi DS apalagi tidak ada anus, tapi lebih ke ketakutan akan kehilangan si anak bungsu. Terbayang wajah Mama, Uti anak-anak pasti jelas akan sedih luar biasa. Uti itu lihat kakak-kakak Ndien sakit aja, sakit biasa saja sudah heboh. Apalagi kondisi begini. 


Malamnya, aku yang sudah dibersihkan masuk ke ruang rawat, terpaksa pisah dengan si bungsu yang mesti masuk ruang perina dan bersiap pindah ke RS lebih besar jika memungkinkan secepatnya untuk pembuatan stoma/pembuangan di perut. Kondisi perut masih nyeri, tapi nyeri. 

 



November 2019 (tak) Ceria

Tulisan ini sudah setahun yang lalu. Berhenti karena kesibukan ngurus anak-anak persiapan operasi jantung, yang ujung-ujungnya diundur sampa...